Powered By Blogger

Selasa, 17 Agustus 2010

otyss serengon

Mac Uploading Tools - Overview

3 komentar:

  1. aku tak pernah melupakan Tuhanku sebab, aku ini diciptakan oleh bapa yang sebelum menciptakan manusia terlebih dulu diciptakan langit dan bumi dan segala isinya sampai sekarang turut memimbing aku dalam berjalanan aku.Aku sangat mengucap syukur sebab saya bisa berada di dunia pendidikan.dan bersokpun saya menjadi seorang pemimpin yang terbaik untuk membangun di daerah saya sendiri, apabila Tuhanku mengaruniakan yang lebih terbaik lagi maka saya akan jadi pemimpin yang handal untuk semua orang. oke deeee....humor jgn serius dong.

    BalasHapus
  2. kisah seperti apa?
    kisahku itu sangat disayangkan sekali, ku tak pernah hidup bersama orang tua karena dari sejak saya usia delapan tahun saya hilang dari orang tuaku sampai sekarang ini saya belum ketemu orang tuaku, orang tuaku sekarang keadaan mereka gimana aku sayang bangat sama orang tuaku. karena selama saya hidup di kota tak libur jalan-jalan ke orang tuaku jadi sedih bangat, dan ayahku juga udh meninggal hanya mamaku aja masih tp udh tua sekarang mudah-mudahan TuhanYesus selalu menuntun mamaku supaya aku juga bisa ketemu dengan mamaku.

    BalasHapus
  3. Sebuah ungkapan jenius yang sering kali tak disadari oleh kebanyakan orang.

    Banyak orang baik yang merasa sedih karena merasa tak diperhatikan oleh orang lain dan bahkan mengeluh mengapa orang jahat lebih beruntung dari dirinya.

    Tak sedikit pula orang jahat yang melenggang karena merasa tak ada yang menyadari kejahatannya.

    (suatu fenomena kontradiktif yang dekat dengan kehidupan kita)

    Lessons for us

    Apapun yang kita lakukan (red: good or bad) pasti ada yang sedang mengamati kita,,jika bukan manusia, kita harus tahu bahwa ada Tuhan yang selalu memperhatikan tingkah laku kita,,so, do our best and act like a best man

    Are you happy with your life?

    13 Aug 2010 Leave a Comment

    by Riris Yunita Simanjuntak in Analogi, Renungan

    A group of alumni, all highly established in their respective careers, gathered for a visit with their old university professor.

    The conversation soon turned to complaints about the endless stress of work and life in general.

    Offering his guests coffee, the professor went into the kitchen and soon returned with a large pot of coffee and an eclectic assortment of cups: porcelain, plastic, glass, crystal – - some plain, some expensive, some quite exquisite. Quietly he told them to help themselves to some fresh coffee…

    When each of his former students had a cup of coffee in hand, the old professor quietly cleared his throat and began to patiently address the small gathering.

    “You may have noticed that all of the nicer looking cups were taken up first, leaving behind the plainer and cheaper ones.

    While it is only natural for you to want only the best for yourselves – that is actually the source of much of your stress-related problems…”

    “Be assured that the cup itself adds no quality to the coffee.

    In fact, the cup merely disguises or dresses up what we drink.

    What each of you really wanted was coffee, not a cup, but you instinctively went for the best cups…

    Then you began eyeing each other’s cups….”

    “Now consider this.

    Life is coffee.

    Jobs, money, and position in society are merely cups.

    They are just tools to shape and contain life, and the type of cup we have does not truly define nor change the quality of the life we live.

    Often, by concentrating only on the cup, we fail to enjoy the coffee that God has provided us…

    God brews the coffee, but He does not supply the cups.

    Enjoy your coffee!”

    “The happiest people don’t HAVE the best of everything; they just MAKE the best of everything…”


    sumber: www.pocketrenungan.com
    Ketika aku sudah tua,,,

    11 Aug 2010 2 Comments

    by Riris Yunita Simanjuntak in Renungan, Uncategorized
    Mungkin ini adalah ungkapan hati seluruh orang tua pada anaknya,,dan tak mustahil juga bila kita yang akan mengatakan hal-hal ini pada anak cucu kita,,,

    let’s check this out:

    Ketika aku sudah tua, dan bukan lagi aku yang semula.

    MENGERTILAH, bersabarlah sedikit terhadap aku.

    Ketika pakaianku terciprat sup,
    ketika aku lupa bagaimana mengikat sepatu,
    ingatlah bagaimana dahulu aku mengajarmu.

    Ketika aku berulang-ulang berkata-kata
    tentang sesuatu yang telah bosan kau dengar,
    bersabarlah mendengarkan,
    jangan memutus pembicaraanku.

    Ketika kau kecil,
    aku selalu harus mengulang
    cerita yang telah beribu-ribu kali kuceritakan agar kau tidur.

    Ketika aku memerlukanmu untuk memandikanku,
    Ingatkah sewaktu kecil aku harus memakai segala cara untuk membujukmu mandi?

    Ketika aku tak paham sedikitpun tentang tehnologi dan

    BalasHapus